Home » Kongkow » Tips & Trik » Menjadi Guru Yang Disukai Siswa Dan Berwibawa. Begini Caranya!

Menjadi Guru Yang Disukai Siswa Dan Berwibawa. Begini Caranya!

- Sabtu, 25 Agustus 2018 | 09:50 WIB
Menjadi Guru Yang Disukai Siswa Dan Berwibawa. Begini Caranya!

Menjadi guru yang disukai bukan perkara mudah tapi juga tidak sulit, saya pribadi pun masih dalam upaya untuk bisa disukai siswa. Namun tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, dimana ada kemauan disitu ada jalan. Berikut ini adalah caranya.

  1. Tidak terlalu banyak melaksanakan metode ceramah
  2. Memberikan contoh kepada siswa apa yang ia ingin siswa lakukan. Jika anda sebagai guru berharap siswa anda hormat pada anda, silahkan terlebih dahulu menjaga harga diri siswa anda di kelas.
  3. Jika marah atau kecewa pada siswa, berbicara lah pada mereka dan bukan berteriak.
  4. berbagi senyum tulus pada semua siswa. Siswa yang dicap sebagai anak yang ‘bermasalah’ akan luntur dan akan menyukai anda jika anda berikan senyum pada mereka.
  5. Memotivasi siswa dengan cara memotivasi dan bukan menyindir.
  6. Menggunakan humor pada tempat dan saat yang tepat.
  7. Mudah diajak berteman oleh siswa dan bukan menjadi teman siswa. Mudah diajak berteman artinya anda pihak yang pasif dalam berkomunikasi namun tetap dengan cara yang profesional. Berusaha menjadi teman siswa hanya akan menyulitkan situasi anda dikemudian hari.
  8. Penyabar dan menganggap semua siswa sedang berproses. Hindari meneruskan warisan guru lain dengan melanjutkan cap yang sudah diterima oleh siswa tertentu.

MENJADI GURU INSPIRATIF & DISENANGI SISWA

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekedar dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan pengetahuan dan pengalamannya, memberikan tauladan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang baik.
Guru inspiratif bukanlah sekedar berkompeten sesuai dengan akademiknya, mampu mengajar didepan kelas, membuat soal-soal, dan menentukan kelulusan siswa. Guru inspiratif harus memiliki kepribadian yang menarik sehingga dapat menstimulasi siswa untuk mengembangkan potensi diri, menumbuhkan kesadaran siswa dalam meraih masa depannya, dan menjalin kehangatan interaksi antara guru dan siswa sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai sosok angker yang menakutkan, tetapi dapat menjadi mitra belajar yang menyenangkan.

Lalu, bekal apakah yang harus kita miliki agar menjadi guru yang penuh inspiratif dan disenangi oleh siswa? Peningkatan kemampuan akademik dan skill mengajar merupakan modal dasar yang harus dimiliki. Akan tetapi tetapi tak boleh dikesampingkan pula bekal-bekal berikut ini :

A. Berpandangan Positif

Terdapat kecenderungan pada diri manusia untuk membentuk pribadinya sesuai apa yang ia bayangkan atau inginkan. Hasil yang kita capai dalam membina diri pribadi adalah sesuai dengan apa yang kita sanjung dalam hati kita atau apa yang kita tidak sukai, kita sendirilah yang menentukan batas kemampuan diri kita ini. Apakah pekembangan kemajuan diri kita itu masih lanjut atau mundur sampai batas tertentu saja.
Seseorang yang memilih cara berpikir dan bersikap positif akan terus menghasilkan buah pikiran yang positif pula sekaligus merangkul harapan rasa optimis dan daya cipta. Sebaliknya seorang yang mengindap pikiran negative tentu saja melibatkan dirinya dalam proses negatif pula. Sebab ia terus-menerus menyalurkan pikiran yang negatif. Tindakan-tindakannya pun akan bersifat negatif terhadap lingkungan sekelilingnya. Seorang mengindap pikiran negatif akan memantulkan buah pikiran negatif dan akan memetik hasil yang negatif pula atas dirinya. Seperti yang dikatakan oleh Willian James, seorang ahli filsafat dan ilmu jiwa :
“Penemuan terbesar dalam generasi umat manusia sekarang ini adalah, bahwa manusia itu bisa merubah cara hidupnya dengan cara merubah jalan pikirannya”

Pandangan positif seorang guru sangatlah penting untuk diperhatikan. Satu hal yang sangat berpengaruh pada diri siswa. Guru harus menampakkan secara jelas dan benar-benar jelas kepada siswanya bahwa kita mempercayai. Sebagai guru, kita percaya bahwa semua siswa mampu dan memiliki motivasi untuk sukses. Buatlah siswa yakin bahwa kita benar-benar mempercayainya. Guru harus berusaha percaya bahwa siswa ingin melakukan yang tebaik, mereka ingin brhasil dan mendapatkan kesuksesan.

Hasil sebuah pengamatan menunjukkan bahwa guru cenderung lebih suka tersenyum, mengobrol dengan akrab dan berbicara dengan cara lebih intelek dan penuh humor kepada kelompok siswa yang berkategori pandai daripada kelompok siswa yang biasa-biasa saja. Sedangkan, kepada siswa yang kurang pandai, guru cenderung berbicara lebih keras, lambat, jarang tersenyum, berinteraksi dengan kalimat-kalimat perintah serta lebih otoriter. Tampaknya, guru memperlakukan siswa sesuai dengan cap yang dilekatkan pada diri mereka; kelompok siswa pandai, bodoh, atau nakal.
Demikianlah realitas yang terjadi, kita sering terbawa oleh prasangka atau anggapan, baik prasangka yang diciptakan oleh diri kita sendiri maupun dibentuk oleh lingkungan. Marilah kita simak cerita tentang prasangk dibawah ini. 

Seorang pemuda yang baru saja lulus dari sebuah universitas diterima sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah. Kepala sekolah berkata kepada pemuda itu, “Anda akan mengajar sebuah kelas yang luar biasa. Anak-anaknya cerdas luar biasa dan aktif. Seluruh potensi ada pada mereka. Saya percaya, pasti Anda akan berhasil mengantarkan mereka menjadi siswa-siswa yang sukses. Selamat bekeeja ! “ Kepala sekolah itu menjabat tangan guru yang baru dengan erat, menatap mata dengan sungguh-sungguh dan menambahkan sebuah tepukan di bahu.

Dengan semangat bergelora, guru baru itu pun mulai mengajar. Namun, apa yang dijumpainya? Dia mengajar di sebuah kelas yang penuh berisi anak-anak yang berkategori bandel, banyak provokator dan segala crri lain yang bernuansa negatif.
Beberapa bulan dia mengajar di kelas itu, belum juga berhasil menguasai kelas. Namun, satu hal yang dia pegang erat-erat, pesan kepala sekolah, bahwa dia diberi kelas yang lua biasa dengan anak-anak yang cerdas di dalamnya. Jadi, jika ia belum dapat menguasai kelas, maka mungkin dirinyalah yang belum bisa mengajar. Maka, guru baru itu pun pontang-panting belajar, mencoba banyak cara untuk benar-benar dapat membuat siswa di kelasnya menampilkan kecerdasannya.

Satu semester berlalu, usahanya belum tampak berhasil. Dan dia tetap beusaha menjadi guru yang seprofesional mungkin untuk siswa-siswinya yang di sebut luar biasa cerdas oleh kepala sekolah tersebut. Dan pada akhir tahun pelajaran, usahanya ini sungguh memperoleh hasil yang memuaskan. Siswa mengikuti kegiatan belajar dengan penuh kesadaran dan semangat yang tinggi. Siswa mulai berani menunjukkan potensi kecerdasan dirinya, baik dalam bidang bahasa, matematika, sosial maupun seni.
Pada akhir tahun ajaran itulah kepala sekolah kembali menjabat erat tangan guru barunya, dengan tatapan yang sungguh-sungguh dan sebuah tepukan di bahu. Pada saat itulah kepala sekolah membeberkan sebuah cerita yang mengejutkan. Sebenarnya kelas itu adalah kelas yang paling dihindari oleh semua guru. Guru-guru lama sudah kewalahan menangani mereka dengan se\gala tingkah polah yang serba merusak sementara minatnya terhadap pelajaran sangat kecil.

Bayangkan, bagaimana jika awal kepala sekolah sudah mengatakan bahwa guru baru itu diberi kelas yang penuh dengan trouble maker, bandel, suka mencontek dan lain sebagainya. Pasti, akhir dari cerita di atas akan berbeda. Itulah, kehebatan dampak sebuah prasangka yang mengubah dunia. Oleh karena itu, marilah kita biasakan berprasangka baik dan berpandangan positif dalam setiap denyut kehidupan yang kita jalani.

 

B. Menjalin Ikatan Emosional

Fakta menunjukkan bahwa siswa akan senang hati mengikuti kegiatan belajar jika gurunya menyenangkan. Pelajaran yang dianggap sebagian orang sulit pun akan menjadi lebih mudah jika siswa memiliki ikatan emosional yang baik dengan gurunya. Bahkan, jika guru itu difavoritkan, siswa dapat mengingat kata demi kata hingga titik koma yang diucapkan gurunya. Luar biasa, bukan!

Akan tetapi, sebaliknya jika guru itu tidak disenangi siswa entah karena guru itu terlalu galak, pilih kasih, pernah menyinggung perasaan siswa, atau sebab lain, maka sepintar apapun guru mengajar, suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Boleh jadi, siswa menjadi antipasti dengan mata pelajarannya. Kalimat-kalimatnya segera mereka lupakan begitu lepas ujian semester.
Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa siswa menjadi menutup diri ketika kita marah-marah padanya? Ketika otak menerima ancaman atau tekanan, kapasitas saraf untuk berpikir rasional jadi mengecil. Kondisi ini dapat menghentikan proses belajar pada saat itu dan setelahnya. Pada saat seperti ini kemampuan belajar siswa benar-benar berkurang.

Pernahkah kita menjumpai seorang guru yang jengkel menghadapi siswanya yang tidak segera paham sehingga guru itu mengulang-ulang penjelasannya., dan lama kelamaan suaranya dihiasi dengan tekanan-tekanan seperti orang marah? Dengan cara itu guru mengharap siswanya segera paham, padahal pada saat yang sama sebenarnya siswa itu sedang menghadapi suasana ancaman sehingga dia merasa tertekan. Dan sesungguhnya dengan cara seperti itu kemampuan siswa untuk belajar semakin berkurang. Bayangkan, guru menginginkan siswanya paham justru ketika dia membuat suasana yang menyabotase kemampuan otak siswanya. Jadi, dapat dipastikan kegagalanlah yang diperolehnya.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk membangun ikatan emosional siswa adalah : 

1. Membuka Kran Komunikasi

Membuka komunikasi dengan niatan yang tulus dan penuh kasih sayang merupakan kunci utama terbukanya pintu-pintu rahasia keharmonisan guru dan siswa. Komunikasi terbuka akan membuat guru dapat berbicara secara jujur dan penuh kasih mengenai penamatannya tanpa membuat siswa bersikap defensif. Hal ini disebabkan guru cukup peduli untuk memberi umpan balik kepada mereka. Jika guru berinteraksi dengan siswa dalam pandangan yang positif dan tercipta hubungan yang positif pula, maka guru dapat berbicara langsung kepada siswa tentang hal yang terpenting dalam hidupnya, siapa diri mereka dan bagaimana mereka menampilkan diri. Mereka menginginkan hal ini dari guru secara jujur dan penuh dukungan. Dalam hubungan yang sehari-hari menghormati dan menghargai orang yang kita cintai. 

2. Memperlakukan Siswa Sebagai Manusia Sederajat

Betapa pun usia siswa masih kanak-kanak, perlakukan siswa seperti kita ingin diperlakukan mereka. Jika kita ingin dihormati maka hormati juga mereka. Jika kita ingin dihargai haknya, maka hargai juga hak mereka. Jika kita ingin didengar mereka, maka kita harus mendengar mereka terlebih dahulu.

3. Lembut dan Hangat

Semua bentuk interaksi guru dengan siswa haruslah dilandasi dengan kasih sayang dan kelembutan. Ini memang klasik, tetapi inilah yang terpenting. Sebab Allah swt telah berjanji akan memberikan kepada kelembutan, sesuatu yang tidak diberikan oleh-Nya kepada yang lain.

Jadi, seandainya guru selalu gagal mengatasi kenakalan siswa, padahal telah menggunakan berbagai metode pendekatann, bisa jadi itu disebabkan ia belum optimal dalam bersikap lemah lembut. Agar interaksi dengan siswa selalu harmonis, guru harus mampu memastikan lahirnya dua hal, yaitu guru mencintai siswa dan siswa menangkap cinta gurunya itu.Hati hanya dapat disentuh dengan hati pula. Sesuatu yang keluar dari hati maka akan tembus kehati. Jika kita mencintai siswa dengan tulus, maka siswa pun merasakan cinta gurunya tersebut dan siswa pun akan mencintai kita. 
Dari Aisyah ra., ia berkat bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah itu lembut dan menyukai kelembutan dalam semua urusan.” (H.R. Muslim). Kepada orang yang berperilaku lembut, terutama terhadap mereka yang urusannya berda dalam tanggung jawabnya, Rasulullah bersabda . “Ya Allah, siapapun yang mengatur urusan umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dirinya. Dan, siapa pun yang mengatur urusan mereka lalu ia bersikap lembut terhadap mereka, mak santunilah mereka . (H.R. Muslim dari Aisyah)

C. Membuat Aturan Main Bersama

Peraturan sungguh perlu, tetapi , tetapi hendaknya dibuat secara bersama-sama sehingga timbul kesadaran dan tanggung jawab untuk melaksanakan peraturan tersebut. Namun, sebelum diterapkan sebuah aturan sebaiknya dibangun dahulu suasana keterbukaan dan kehangatan sehingga masing-masing orang dapat berpendapat dengan bebas. Sedikit meemakan waktu memang, tetapi cukup efektif, terutama dalam pengelolaan kelas.

Pengalaman menunjukkan bahwa menggunakan minggu pertama sekolah untuk menata suasana yang hangat tidak hanya membangun suasana untuk sepanjang tahun, tetapi juga akan menghemat waktu dalam pengelolaan kelas. Tingkat hubungan ini menghasilkan keuntungan tambahan. Jika guru memahami dan bersedia menjalin hubungan saling pengertian dengan siswa, maka guru akan mendapatkan izin untuk menuntut tanggung jawab atas perkataan dan perbuatan mereka. Mereka pasti dengan suka rela melaksanakan aturan tersebut. Hal ini juga membawa konsekuensi logis bahwa meeka pun berhak menuntut hal yang sama dari kita sebagai guru mereka.

D. Membuat Kegembiraan

Jika guru secara sadar dapat menciptakan kegembiraan ke dalam pekerjaannya, maka kegiatan mengajar dan belajar akan lebih menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif menjadi positif, hubungan yang kaku manjadi cair.
Bayangkan jika suasana menegangkan di atas selalu ada dalam proses kegiatan belajar maka sekolah tak ubahnya seperti penjara yang merengut kebebasannya untuk berpikir, berekspresi dan beraktualisasi diri. Oleh karena itu, marilah kita buat suasana belajar dalam keceriaan dan warnai hari-hari kita dengan kegembiraan. Kita masih mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan kembali siswa-siswa kita dengan ketaktuban dan kegembiraan belajar.
Dengann suasana belajar yang menyenangkan pastilah akan bermunculan inspirasi-inspirasi baru yang menyegarkan. Inspirasi ini tidak hanya diciptakan oleh guru, tetapi sangat mungkin inspirasi tumbuh dari dalam diri siswa sendiri.

E. Memberi Pujian

Pujian merupakan salah satu bentuk penghargaan yang diberikan kepada seseorang. Hampir semua orang suka dipuji karena dalam pujian terkandung pengakuan seseorang atas keberadaannya. 
Dr. Devey berkata bahwa dorongan yang terkuat dalam diri seseorang ialah : “Keinginan untuk dirinya supaya dianggap penting dan dihargai. Dan William Yones berkata : “Naluri yang terpendam dalam diri manusia ialah rasa diri ingin dihargai orang lain. “ Dan hasrat ini tetap menggelora ataupun terpendam didalam diri setiap orang.

Akan tetapi, sungguh sayang masih jarang guru yang memberikan pujian secara tulus. Pada umumnya guru lebih memerhatikan sanksi-sanksi yang layak diberikan kepada siswa daripada memujinya. Kita memberikan pujian hanya diperuntukkan bagi siswa yang berprestasi secara akademik. Memberikan pujian hanya ditujukan untuk membanding-bandingkan antara si pintar dan si bodoh sehingga justru dapat menyakitkan orang lain.

Pujian sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah. Caranya pun terbilang gampang. Hanya saja memberikan pujian terasa sulit dilakukan karena pengakuan diri kita terlalu besar sehingga cukup sulit untuk berendah hati mengakui kebesaran orang lain.

F. Berani Mengambil Resiko

Berani mengambil resiko tidak hanya berlaku di dunia usaha. Mentalitas semacam itu perlu pula kita tanamkan dalam proses pengajaran. Dan sebenarnyanya jangan jadikan resiko itu sebagai penghambat kemajuan kita. Justru resiko adalah tantangan yang perlu kita hadapi dan selalu berupaya bagaimana mengatasinya.
Sebagai seorang guru yang inspiratif tentu kita tak boleh puas hanya dengan satu model pembelajaran. Bahkan, seandainya model pembelajaran itu kita anggap sangat memuaskan, kita harus senantiasa mencari dan menerapkan model pembelajaran yang baru.
Tentu saja, cara semacam itu penuh resiko karena tidak semua model pembelajaran yang kita tawarkan dapat memuaskan dan menyenangkan. Namun, dengan keberanian mencoba, kita menjadi tahu kelebihan dan kelemahan metode mengajar kita..

G. Menjadi Teladan

Dalam filsofofi jawa dikatakan bahwa guru merupakan akronim dari kata digugu (diyakini) dan ditiru (dicontoh). Segala perkataan dan tindakan guru akan selalu menjadi pusat perhatian siswa. Dan entah disadari atau tidak semua yang dilakukan guru akan mudah ditiru oleh siswa.
Demikian dahsyatnya pengaruh guru maka kita harus senantiasa menjaga kontempalsi diri atas segala hal yang telah dipebuat. Jangan sampai terjadi perilaku buruk kita menjadi potret yang akan ditiru oleh siswa.

Niat menjadi guru teladan bukanlah sesuatu yang muluk, tetapi memang sebuah kewajiban. Niat tersebut akan menjadi penerang langkah hati kita dan pendorong semangat kita. Yakinkan dalam segala gerak langkah kita bahwa kita akan menjadi teladan bagi siswa dan lingkungan kerja.
Menjadi teladan memang bukan hal mudah karena secara manusiawi kita pasti memiliki kekhilafan. Akan tetapi yang penting kita lakukan adalah kejujuran untuk mengakui kesalahan kita dan berupaya untuk memperbaikinya. Dengan cara semacam ini kita akan tampil secara wajar dan orang lain pun akan melihatya secara utuh.

Cari Artikel Lainnya